Mau makan rujak di Aceh Utara? Rujak Nibong barangkali patut Anda coba. Rujak ini dijual di warung sederhana di sebrang jalan sebelah kanan Kantor ExxonMobil, Poin A, Gampong Nibong, Kecamatan Nibong, Aceh Utara. Jika sudah mencoba, “dijamin” bakal hawa lom (ketagihan).
Lantaran banyak pelanggan ketagihan, usaha Rujak Nibong yang sudah berkalang tahun itu pun beromzet hingga Rp7 juta per hari. Pemilik usaha itu, Sofyan yang kini dijuluki “Toke Sofyan” bahkan harus memesan aneka buah-buahan dari Medan dan Pulau Jawa untuk memuaskan selera penikmat rujak.
photo by : Fachrul Razi |
Rujak Nibong cocok untuk semua usia. Pasalnya, ada empat jenis rujak yang ditawarkan pengelola hidangan pencuci mulut itu: Rujak colek, rujak pedas, rujak manis, dan rujak parut. Harganya pun “murah meriah”.
“Enam sampai sepuluh ribu per porsi,” ujar Abdul Hamid, 40 tahun, adik Toke Sofyan, ditemui ATJEHPOST.co, Kamis, 12 Februari 2015, siang.
Hamid bersama sembilan tenaga kerja lainnya melayani pelanggan Rujak Nibong saban hari mulai pagi hingga Magrib. “Paling ramai setelah Ashar sampai Magrib,” katanya.
“Saya pernah datang ke sini usai salat Ashar, hana pat duek, rame that ureung (tidak kebagian tempat duduk, banyak sekali pelanggan),” timpal Bukhari, warga Meunasah Mesjid, Muara Dua, Lhokseumawe, pelanggan Rujak Nibong yang “menguping” perbincangan ATJEHPOST.co dengan Hamid.
Bukhari salah seorang pelanggan yang hawa lom Rujak Nibong. Kata dia, sensasi Rujak Nibong semakin sempurna lantaran lokasi usaha itu benar-benar pas. Halaman depan dan belakang warung Rujak Nibong dipayungi pepohonan yang rindang. “Suasananya, dirui mangat meusap-sap,” kata Bukhari yang sering menikmati Rujak Nibong bersama keluarganya.
Selain rombongan keluarga, banyak pelanggan Rujak Nibong dari kalangan pegawai pemerintah di Lhoksukon, Ibu Kota Kabupaten Aceh Utara, dan sekitarnya.
“Wakil Bupati Aceh Utara Muhammad Jamil termasuk pelanggan tetap. Wakil Gubernur (Aceh), Mualem (Muzakir Manaf) juga pernah makan rujak di sini,” ujar Hamid.
Menurut Hamid, banyak pula pelanggan yang memesan Rujak Nibong dibungkus kantong atau kotak plastik. “Yang minta dibungkus untuk dibawa pulang rata-rata 200 kantong per hari, dan yang makan di sini lebih 200 piring per hari.Alhamdulilah, biasanya (omzet) enam sampai tujuh juta per hari,” kata Hamid dengan raut wajah bahagia.
Mulanya, abang kandung Hamid, Sofyan, membuka warung kecil Rujak Nibong di depan masjid, sekitar 200 meter dari lokasi usaha saat ini. “Di tempat pertama selama 15 tahun, kemudian pindah ke sini sudah berjalan 10 tahun,” ujarnya.
Selama ini, kata Hamid, pihaknya memesan aneka buah-buahan untuk diolah menjadi rujak dari Medan hingga Pulau Jawa. Pasalnya, buah-buahan lokal sering langka.
“Semangka, melon, bengkuang, dan nenas pesan dari Medan (Sumatera Utara). Mangga dari Probolinggo (Jawa Timur) dan Indramayu (Jawa Barat). Ada mangga kelapa (buahnya besar), mangga udang, mangga golek, dan jenis lainnya. Sekali pesan biasanya 200 kilogram,” kata Hamid.
Buah-buahan lokal yang diolah menjadi Rujak Nibong, menurut Hamid, hanya boh putek (pepaya), boh keureudong, dan mancang. “Boh meuria jinoe ka langka cit bak tanyoe (buah rumbia pun kini sudah langka di daerah kita),” ujarnya. “Cengkeh (untuk salah satu bahan bumbu racikan) pesan dari Cirebon (Jawa Barat),” kata Hamid lagi.
Hamid kembali melayani pelanggan lainnya yang memesan Rujak Nibong dibungkus kotak plastik. Sementara Bukhari yang baru saja melahap sepiring rujak itu, tiba-tiba melambaikan tangan ke arah Hamid sambil berkata: “Saboh pireng teuk beh Bang Hamid, han pah yang bunoe nit that. Lheuh nyan neu bungkoh lhee boh, takot enteuk ma sinyak di rumoh pih hawa lom”
sumber : atjehpost.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar