Di Kawasan Garot, Kabupaten Pidie, Aceh ada tradisi yang sudah turun-temurun dilakukan oleh masyarakat setempat. Namanya Teut Beude Tring, alias menyalakan meriam bambu. Inilah 'perang-perangan' ala Kabupaten Pidie.
Lebaran telah tiba. Suara takbir trus menggema di berbagai desa. Para perantau pun pulang mudik ke kampung halaman menikmati Hari Raya bersama keluarga tercinta. Begitupun saya, yang kembali menginjak kampung halaman di Kabupaten Pidie, Aceh.
Kampung saya sangat hijau dengan bentangan sawah yang luas. Air sungainya mengalir bersih, perkebunannya pun subur. Namun kali ini saya punya cerita baru, tentang tradisi perang-perangan ala Pidie.
Pada malam kedua Hari Raya, para anak muda dan dewasa memeriahkan malam dengan tradisi 'Teut Beude Tring'. Artinya adalah bermain dengan meriam bambu. Di kampung saya, tradisi ini sudah turun-temurun dari zaman Belanda dulu.
Seiring kemajuan zaman, banyak perubahan yang terjadi pada meriam bambu ini. Kini sudah ada yang menggunakan meriam drum, bahkan petasan atau kembang api.
Anak-anak menghibur didi menggunakan meriam bambu yang dibentuk persis aslinya. Dalamnya diisi minyak sebagai pemicu ledakan. Sementara para pemuda menggunakan drum yang sudah dimodifikasi, diisi dengan karbit sebagai bahan ledaknya.
Tak kalah meriah, warga juga melepaskan kembang api. Serunya tak kalah dengan tahun baru, warna-warni api meliuk di angkasa Kabupaten Pidie. Tak heran banyak warga yang berkunjung dari kampung-kampung sekitar. Suara dentuman meriam bahkan terdengar sampai jarak 10 Km.
Alhasil, tak sedikit warga yang memiliki gangguan jantung harus 'diungsikan' terlebih dahulu agar tidak terkena dampak suara meriam tersebut. Konon, 'Teut Beude Tring' ini juga merupakan ajang mencari jodoh. Banyak pasangan yang menemukan pasangan jiwa di lokasi ini.
(Zulfan Ariansyah - d'Traveler) Dipublish pada Sabtu, 09/08/2014 12:42:54 WIB di Travel.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar